Minggu, 04 September 2011

ketidakwarasanku..

Ketidakwarasan Padaku - Sheila on 7
Ketidakwarasan padaku
Membuat bayangmu s’lalu ada
Menentramkan malamku
Mendamaikan tidurku

Ketidakwarasan padaku
Membuat hidupku lebih tenang
Aku tak kan sadari
Bahwa kau tak lagi di sini

Aku mulai nyaman
Berbicara pada dinding kamar
Aku tak kan tenang
Saat sehatku datang

Ketidakwarasan padaku
Selimut tebal hati rapuhku
Berkah atau kutukan
Namamu yang kusebut

Aku mulai nyaman
Berbicara pada dinding kamar
Aku tak kan tenang
Saat sehatku datang

Suara hati tak kan mati
Jika jiwa terus menari dan bermimpi
Aku tak pernah ingat hari, tanggal, dan detik saat kau pergi. Tak mau mengingat, lebih tepatnya. Satu-satunya hal yang aku tahu, tetiba separuh hatiku kebas. Seperti ada yang mencabut jantungku dengan paksa, sementara aku tak mampu menahannya. Seperti ada palu yang meremukkan sendi-sendiku, namun tak mampu kuteriakkan rasa ngilunya. Kenyataan menamparku begitu hebat, hingga aku menggelepar tak sadar. Bukan, bukan aku tak merasa perih. Namun pernahkah kau rasakan sakit yang terlalu hingga kau kebal akan rasa sakit itu? Begitulah.
Mimpi terasa lebih panjang dibanding malam, dan pagi adalah siksaan. Padahal sebelum pergimu, matahari adalah tempatku menggantungkan harap. Kini, silaunya serupa api yang menjilat-jilat lukaku. Seluruh jiwaku nyaris melepuh. Aku lumpuh.
Tak mampu membebat luka yang terlanjur menganga membuat tubuhku remuk. Jangan kau tanya bagaimana otak dan hatiku, mereka sudah tak berfungsi dengan baik. Belum lagi jemari, nadi, hingga ginjalku; semua berwarna biru, serupa luka lebam bercorak namamu.
Entah berapa purnama kulewati hanya ditemani kenangan tentangmu. Toh nyatanya, bertemu banyak orang tak mampu mengobati rasa kehilangan. Justru kulihat bias wajahmu pada rasa kasihan mereka terhadapku. Bahkan tiap tempat yang kulalui, seolah menghadirkan adegan-adegan yang pernah aku dan kamu rekam bersama.
Kau tahu sayang, hanya dinding kamar yang paling sanggup menjadi pendengar yang setia saat kau rasa tak lagi punya orang yang kau cinta. Aku bebas menceritakan rasa sakitku padanya. Sekeras apa pekik tangis, tak pernah ia tanggapi dengan sinis. Ini caraku untuk sedikit melupakan rasa kehilanganku, namun bukan melupakanmu. Kebiasaan yang menghantarku pada cibiran orang di sekelilingku. Mungkin mereka yang menertawakan keadaanku belum pernah merasakan kehilangan yang sangat.
Lama kelamaan aku terbiasa menikmati sendiriku, berteman bayangmu. Tertawa-menangis-memaki-merenung-menyesal-muntah-sekarat. Begitu saja, berulang-ulang, setiap detiknya. Entah sampai kapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar